Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Tentara ke Paranormal

Devil Princes : Minta Gemblengan Kanuragan dan Keselamatan

    Paranormal tidak cukup sekedar memberi gemblengan. Begitu tentara-tentara itu pulang dari Aceh, tugas baru untuk penyembuhan. Mereka ada yang mengalami halusinasi, mengalami goncangan hati. Mereka disana karena tugas dan mempertahankan diri.

Ilmu Kanuragan


Tentara juga manusia. Meski telah dilatih kemiliteran, memiliki senjata, tapi sebagai manusia biasa juga memiliki rasa takut. Pendidikan yang keras terkadang membuat mereka tertekan. Apalagi saat ditugaskan ke daerah konflik seperti Aceh maka akan muncul kekhawatiran keselamatan jiwanya. Sehingga untuk menentramkan hati, beberapa dari mereka berkonsultasi dengan paranormal .

Tentara mendatangi paranormal diakui oleh paranormal Ki Cokro Santri Tunggal. Lokasi prakteknya di kawasan Condet terletak di depan Rindam Jaya, pelatihan militer tamtama dan Secaba di Jakarta. Dia sering diundang langsung untuk memberikan gemblengan secara spiritual ketika ada latihan bersama.”Saya sekedar memberikan air putih untuk doping,”tandas Cokro.

Menurut Cokro, rata-rata yang paling sering latihan di Rindam para calon tamtama. Mereka ada yang mengalami depresi. Dari beberapa pengakuan mereka masuk Tentara karena paksaan orang tua. Mungkin pula karena umur masih muda sehingga belum kuat menghadapi tekanan.

Sementara itu ada juga yang mengalami des-halusinansi. Misalnya latihan perang kadang-kadang memmukuli teman satu kesatuan. “Saya sering menangani seperti itu. Mungkin karena berangkat dari tekanan. Mereka Sudah terlanjur mask, disatu sisi tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Disatu sisi merasa militer bukan dunianya,”tandasnya.

Saat Aceh bergolak, Cokro juga terlibat memberi pembekalan rohani untuk tentara. Mulai dari para pelatihnya digembleng dengan ilmu kanuragan. Walau para perwira itu setiap hari latihan, mereka tetap mempunyai rasa gentar ketika harus terjun ke medan peperangan. Maka mereka mencari doping spiritual. Mereka minta perisai diri dari serangan secara fisik.

Ritual biasanya langsung satu peleton. Mereka dimandikan, disucikan dengan ruwatan tolak bala, menghindarkan bala, diberikan jamasan atau gemblengan.

Doa gemblengan,

    Bisimillah Asyahau alla ila hailalaha wa asyhadu anan Muhammad darosulullah. Tan ingsun kawulaning gustiAallah, kan niatan matak saking sukmo kumolo. Bukti ati ngamabh jagat walikankang langgeng tan kenangin owah. Hu yahu shlalahaulaawasalam. Dzat ingkan suci sahudoyo. Ratuning syahataullah yo ingsun sebut namanya…kang aran lanang sejati.. tanpa sasekehing kang kinmapang mapang ngelumpruk kadi tibaning kapuk, yahu jabardas kerta terhas keris suleman….seterusnya.

Kemudian lidah mereka dijilatkan besi yang membara untuk mendatangkan karomahnya. Api merupakan lambang bahwa mereka identik dengan peperangan maka didatangkan aura api. “Langsung dipraktekkan disitu. Selama ini mereka rata-rata sudah yakin sehingga di tes tidak mau,”tegasnya.

Tugas tidak cukup sekedar gemblengan. Begitu tentara-tentara itu pulang dari Aceh, Cokro mempunyai tugas untuk penyembuhan. Mereka ada yang mengalami halusinasi. Mereka mengalami goncangan hati. Mereka disana karena tugas dan mempertahankan diri.

Mereka merasa dikejar-kejar dengan kesalahan. Maka mereka dibawa ke Cokro untuk distabilkan. Prosesnya selama 1 minggu. Selain itu banyak juga yang mengalami keajaiban-keajaiban. Mereka selamat kembali ke rumah yakin bahwa itu hasil dari gemblengan saat mereka akan berangkat. “Mereka luput dari maut, terhindar dari bom dan peluru,”tegas Cokro.

Muncul pula kisah misterius. Salah satu anggata tentara ketika bertugas di Aceh mengalami kejadian aneh. Menurut perasaannya, dia sudah pulang ke Jakarta. Sampai ke Bandara naik taksi sampai ke Jatinegara ke rumah pamannya. Terus dia dari rumah pamannya ke kampung Melayu menjemput bapak dan ibunya yang asalnya dari Pacitan. Mereka dibawa ke Rindam. Tapi dalam perasannya di Rindam kosong, yang ditemukan orang aneh-aneh. Dia membaca doa gemblengan seingatnya.Tiba-tiba dirinya kembali ke kemahnya. Padahal sudah 5 hari hilang. Tahu-tahu dia ditemukan berbaring di kemah.

Di Rindam juga pernah muncul kisah aneh. Sekitar pukul 04.00 wib, 6 orang pelatih datang ke praktek Cokro. Mereka mengatakan bahwa ada seorang siswa Secaba yang ikut latihan hilang secara misterius. Mereka takut jika sampai komandan besar mengetahuinya. Mereka bisa kena sanksi.

Siswa itu menghilang saat latihan besar ratusan orang di lapangan. Dia pamit buang air kecil, lalu dikawal dua orang. Dia kencing di barak berupa WC terbuka, tidak ada tutupnya. Temannya menjaga di depan pintu. Dia ditunggu lama tidak keluar, ternyata setelah temannya melongok ke dalam, siswa tadi lenyap tak berbekas. Mereka mencari satu sampai dua jam. Tapi tetap tidak ketemu. Maka mereka lapor pada komandannya. Lalu komandannya itu bergegas menemui Cokro.

Usai diberi laporan, Cokro selama 20 menit melakukan ritual. Lantas para pelatih itu dibawakan garam. Dia curiga bahwa siswa itu diganggu oleh energi negatif dari sungai Ciliwung yang terletak di belakang Rindam. “Dugaan saya benar,”ujarnya.

Ketika pelatih itu menyebarkan garam, siswa itu muncul di tepi sungai dalam keadaan pingsan. Dia berteriak kelelahan lalu semaput. Sebelum pingsan, dia dilihat temannya hanya menyeberang sungai bolak-balik. Seperti orang latihan.Ternyata setelah ditanyakan, menurutnya dia sudah pergi ke Parung yang berjarak 20 km dari Condet.Dia minta uang saku ayahnya yang sedang di rumah saudaranya. Padahal kenyataannya cuma berkutat di sungai di belakang Rindam Jaya.

“Padahal Rindam itu pagarnay tinggi, lompatnya kapan? Di depan lapangan ada ratusan orang sedang latihan. Tapi dia tidak diketemukan. Pelatihnya lebih dari 12 orang, seharusnya ketahuan. Sangat tidak masuk akal bisa hilang begitu saja ,”cetusnya.

Sedang pengalaman Ki Bogem Santri Mbelink lain lagi. Dia bercerita juga pernah memberi doa keselamatan pada tentara yang akan tugas ke Aceh. Ritual yang dilakukan dengan mengadakan manaqib Syech Abdul Qadir Djaelani. Usai acara selamatan dengan ayam utuh atau ingkung. Lalu dilanjutkan dengan doa bersama. Setelah itu diadakan siraman air bunga.”Mereka pulang ke Jakarta dengan selamat,”katanya.

Sedang Hang Sholahudin, pernah memberi pembekalan kanuragan tentara ketika di Palembang. Dia akan ditugaskan ke Aceh. “Saya kasih pegangan untuk keslamatan, berupa kulit macan diikat dengan buluh perindu. Saya campur madu gaib dari kuburan. Saya potong kecil-kecil di rajah, lalu bungkus. Ada pula dari kulit kijang dan cincin’”ujarnya.

Tentara yang membawa pegangan dari Hang itu ketika Tsunami menyapu Aceh bisa selamat. Tatkala ombak besar menghantam, dia berpegangan poho sehingga selamat. Dalam berlari menyelamatkan diri seperti menggiring untuk lari ke kanan atau ke kiri.

Ki Jaya juga memiliki kisah unik. Tentara yang telah diritualkan oleh dirinya mengalami kejadian menakjubkan. Peluru GAM cuma berdesingan ke kanan dan ke kiri tubunya. “Mereka selamat”,ungkapnya. Rata-rata mereka ketika akan bertugas minta doa untuk keselamatan dirinya sendiri.

Kadang-kadang ada yang kurang puas. Maka untuk kenang-kenangan memakai mustika yang dalam bahasa spiritualis mengandung karomah. “Pantangannya jangan selingkuh, jangan merusak pager ayu, rumah tangga orang lain”katanya.

0 komentar:

Post a Comment